Aku baru tau kalau peran ayahpun penting dalam mendidik jiwa anak. Aku yang terbiasa dididik "hanya" oleh ibu saja merasa cukup, walau tanpa banyak kehadiran sosok ayah. Dulu, aku berfikir hadir atau tidaknya ayah dalam keluarga tidak akan memberi dampak. Ini pendapatku dulu.
Ibu adalah sosok yang memberi tahu kita tentang kelembutan, kehangatan, lebih banyak kasih sayang dan lindungan ala ibu. Namun ayahpun tidak kalah penting, ia mengajari tentang apa arti tegas, membentuk kepercayaan diri anak, dan melindungi ala ayah. Ayah biasanya memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang dunia luar, karena ia punya peran di luar rumah (mencari nafkah), ia terbiasa menjalin relasi dengan banyak orang-orang berwatak berbeda-beda. Darinya anak akan mempelajari tentang cara bersosial dengan kerabat jauh, orang baru, maupun membentuk relasi. Ia sosok yang lebih teknis, punya lebih banyak solusi-solusi masalah yang lebih nyata. Kalau ibu lebih sering mengingatkan dengan marah bercampur cerewet, kalau ayah mengingatkan lebih banyak dengan nasehat. Maka sosok ayah hendaknya jangan sampai lepas untuk menyisihkan waktu berdiskusi dengan anak setiap hari walau sudah capek seharian bekerja.
Masalah-masalah hari ini tentang LGBT, bullying, tawuran misalnya, lebih banyak diakibatkan karena sosok "ayah" gagal hadir dalam membentuk jiwa anak. Coba lihat saat ini, mana ada kita melihat anak diantar jemput sekolah oleh ayah? Kalaupun ada mungkin hanya satu atau dua. Ayah lebih suka menyerahkan tanggung jawab ini pada ibu, atau pengasuh, atau dititip pada tetangga karena dianggap pekerjaan sepele. Padahal waktu ini bisa dimanfaatkan sebagai ajang diskusi singkat oleh ayah-anak. Ayah bisa sedikit banyak tau dengan siapa anaknya bergaul, seperti apa keluarga teman-teman anaknya, apakah anak ada masalah dengan pelajaran dan masalah sosialnya. Bahkan terkadang ayah buta pada sosok guru seperti apakah ia menitipkan anaknya. Padahal guru adalah seorang yang akan mendidik anaknya, salah "guru" tentu akan berimbas pada pembentukan karakter anak. Hal-hal ini biasanya ayah abai. Tentu banyak lagi masalah lainnya.
Aahh, aku belum bisa move on dari sosok Rasulullah. Bahkan tidak akan pernah move on. Kamu tau, Nabi Muhammad adalah sosok yang sangat lembut dan menyayangi anak-anak? Walau Rasul adalah tokoh besar, namun Rasullah tidak pernah lepas dari yang namanya bermain bersama anak-anak. Bahkan saat tamu-tamu rasul datang menemui rasul, ia tetap sempatkan bercanda dengan anak-anak. Coba baca hadits berikut,
Dari Ya’la bin Murrah ia berkata, “Kami keluar bersama Nabi lalu kami diundang untuk makan. Tiba-tiba Husain sedang bermain di jalan, maka Rasulullah segera (menghampirinya) di hadapan banyak orang. Beliau membentangkan kedua tangannya lalu anak itu lari ke sana kemari dan Nabi mencandainya agar tertawa sampai beliau (berhasil) memegangnya lalu beliau letakkan salah satu tangannya di bawah dagu anak tersebut dan yang lain di tengah-tengah kepalanya kemudian Rasulullah menciumnya,” (HR. Bukhari).
Aku jarang sekali menemui laki-laki (ayah) yang senang mencandai dan menciumi anak-anak. Mungkin aku saja yang jarang, mungkin tidak denganmu. Kadang aku merasa miris dengan kondisi hari ini, entah mungkin karena sudah era millenial, gadget serasa menjauhkan satu anggota keluarga dengan anggota keluarga yang lain. Pernahkah kamu temukan sebuah keluarga di suatu tempat makan, disana ada ayah, ibu dan anak, namun kesemuanya sibuk dengan smartphone masing-masing dari mulai masuk restoran, sampai selesai makan dan keluar dari restoran? Aku cukup sering. Waktu yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk keluarga habis sudah karena si kecil elektronik android.
Maka jangan sampai sosok ayah menjadi sosok antara ada dan tiada dalam keluarga. Ayolah, jadilah sosok ayah zaman now. Bergurulah pada Rasulullah. (Bersambung)
●JKT●140418●23:53
Pict : google.com
Komentar
Posting Komentar