Langsung ke konten utama

TIDAK HARUS BERJALAN SESUAI IJAZAH!




Seiring berjalannya waktu. Seiring kita terus mencari tau. Seiring mencoba menjadi pembelajar sepanjang waktu. Meskipun sering gagalnya. Namun tak berhenti disitu, kita tetap berusaha bangkit dan mencari tau untuk menemukan sesuatu. Seiring itu juga, saya belajar bahwa egois rasanya jika kita mengharuskan orang-orang harus berjalan lurus sesuai ijazahnya.

Pernah suatu ketika, saya yang menjalani sekolah untuk mencapai gelar ahli dibidang science tertentu. Sebutlah itu Science yang memperhatikan benda2 dalam ukuran mikro bahkan nano. Science yang mengawinkan huruf satu dengan huruf yang lain untuk kemudian bersatu menjadi suatu kumpulan huruf baru. Sebutlah ia dengan Ilmu Kimia. Namun, disatu sisi saya menyenangi kegiatan lain yang hubungannya cukup jauh dengan dunia yang "waktu itu" saya pilih untuk ditekuni. Saya hobi menggambar.
Kimia dan menggambar. 

Kalau disatukan mungkin akan lucu, kimia akan menjadi lebih bewarna. Tapi tidak saya lakukan. Karena terlalu sulit kondisinya waktu itu. Belajar kimia berjalan sendiri dengan kondisi saya pusing sendiri dengan segala teori yang makin lama makin rumit. Menggambar juga berjalan sendiri. Menjalani kedua hal ini bikin capek, kadang salah satu harus mengalah. Kimia wajib diselesaikan, namun hati seringnya tersiksa, sedangkan menggambar hanya sekedar hobi, tapi membuat bathin terhibur.


Lantas saat saya berkeyakinan akan mewujudkan hobi sebagai "passion". Saya terus mencoba melatih diri untuk menggambar. Lalu mulai banyak berdatangan tawaran desain. Ada rasa senang bisa mendapatkan uang dan terimakasih dari hasil desain tersebut. Lalu seorang senior organisasi menyindir seperti memperingatkan dan curcol bahwa kadang hidup tak adil. Desain seorang calon ahli kimia lebih laku daripada desain seorang ahli dkv. Begitu kira2 celetuknya.

Saya tau mungkin beliau bermaksud baik, dengan menyiratkan bahwa, jalan luruslah sesuai sekolahmu, jangan mengambil ladang orang lain. Saya tidak menyukai perkataannya, karena kata² itu menyinggung dan membuat semangat menggambar saya tiba² down. Setelah kejadian itu, saya berhenti menggambar selama 3 tahun. Saya berfikir dan membenarkan maksudnya. Hingga saya berkesimpulan, jika didunia ini orang2 berjalan sesuai ijazahnya, mungkin tidak ada yang namanya bersaing mengambil ladang orang lain, tidak ada rasa cemburu dan merasa tidak adil. Semisal aturan  umum anak SMA IPA yang boleh saja mengambil jurusan IPS, sedangkan anak IPS tidak boleh mengambil jurusan IPA. Bahkan saya memberi saran pada teman², jangan berjalan diluar jalur kalian, tapi disatu sisi itu cuma jadi saran yang saya sendiri merasa tak mampu menjalaninya, saya merasa ijazah saya bukanlah passion saya.

Semakin banyak bertemu kepala, mendengarkan kisah² mereka. Di dunia sungguh banyak sekali yang menjalani sekolah bukan berdasarkan minat dan bakatnya. Ada yang beralasan karena orang tua, karena saran keluarga, karena mengejar orang lain, karena salah jurusan, dan karena karena lainnya. Ada yang terpaksa, ada yang awalnya terpaksa yang kemudian ikhlas, ada yang ikhlas dari awal, ada yang biasa-biasa saja, ada yang punya motto "jalani sajalah seperti air mengalir". Semua punya sebab dan tentu menimbulkan akibat, apakah akibatnya baik atau sebaliknya, siapa yang tau kalau tidak dijalani.

Okee saya tidak akan memaksa lagi, saya tidak akan memberi saran lagi, saya tidak akan ikut²an menjudge. Yang saya tau kini, apapun profesimu, sebagai apa jabatanmu, dimanapun kamu berada, meskipun tidak berjalan lurus sesuai dengan ijazahmu, yang penting jadikan Allah tetap terdepan dan nomor satu. Itu cukup.


#cumapengennulis
@Bogor
19:09 - 08.12.19


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Corel Draw itu Asyik

090413 CorelDraw itu Asyik.. Bagi yang ngaku "manusia Otak kanan".. Pasti idupnya gak jauh2 dari art.. musicc, melukis, menggambar, de el el.. Nah kali ini, ane mau nge-postt hasil karya anee yang di buat lewat salah satu software menarik, Corel Draw X5... Yakin dee bagi yang suka ngegambarr, pasti langsung jatuh cintaa ama ni software... Salam Berkarya.. :)

Memilih Langit atau Bumi

Langit itu kembali kelabu, bahkan hari ini lebih kelam lagi. Ini puncakny. Seperti yang terjadi beberapa tahun silam. Hitam pekatnya sama. Hitam sekali. Langitnya seperti mau roboh lalu menghantam Bumi yang akhir-akhir ini terlihat penuh kepalsuan. Seorang anak berlari ke dalam rumah. Cepat sekali. Takut. Takut ikut menjadi korban kemarahan Langit. Ia berlindung di dalam rumah, sambil mendongak ke luar jendela. Dia penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya diantara mereka.  Langit mengeluarkan kilatnya. Putih bercahaya. Menampakkan kemarahannya yang sangat. Seisi Bumi pasti terkejut menyaksikan cahaya yang menyilaukan mata itu.  Suaranya menggelegar, memaksa anak itu harus sukarela menutup telinganya. Dia bertanya dalam hati, "Apa gerangan Bumi sehingga Langit marah?". Bukankah Bumi selama ini baik, ia hijau. Atau mungkin karena penghuni Bumi yang sudah merekayasa?. Menjadikan Bumi angkuh." Suara gemuruh bersahut-sahutan. Keras. Tiada henti. Bumipun membalas L

SAHABAT INSPIRASI

Sore itu. Aku bersyukur pada Allah, Alhamdulillah, karena telah menuliskan pertemuan kita di hari ini. Bukankah kita sudah lama saling merindu? Begitu yang selalu kita tulis dengan bahasa terselubung di chatting whatsapp. Kamu dengan segala kesibukanmu dengan "program besar" hidupmu, dan aku dengan kesibukan "study" ku. Secara logika, kita sama-sama berfikir, kita tidak akan saling jumpa dalam waktu dekat. Tapi rasa di hati, tidak bisa berbohong, kita sama-sama meyakini di dalam hati bahwa rencana Allah pasti lebih indah. Sedikit misscomunicatioan yang terjadi, tidak melewatkan semangat kita saling bertemu. Aku yang hampir 30 menit terlambat, akhirnya mendapatimu duduk dengan wajah lelah dihalte bus. Kamu memang selalu begitu, setia menunggu. Lalu kitapun tidak berlama-lama. Langsung mencari angkutan ke tempat yang akan kita tuju. Hari ini, walaupun tidak saling berjanji, tapi kita sepakat untuk saling mendengarkan. Aku mendengarkan cerita penuh hi

Nge-BLOG returns

Ada fakta yang kutemukan dalam hidupku bahwa ada waktu, aku rindu melihat aku dimasa dulu. Perubahan-perubahan apa saja yang kulalui. Berubahkah aku ke arah yang baik. Seberapa aneh sifatku dulu. Seberapa kakunya aku dulu. Hingga penasaran apakah aku pernah puber atau tidak. Aku tak suka mengupload foto ke sosial mediaku, jadi hal yang paling mungkin bisa kuperhatikan adalah dari aktivitas chattingan dengan teman-teman perempuan atau lelaki, status-status diberanda facebook, serta tulisan-tulisan pendek yang meramaikan instagram. Kadang aku senyum-senyum kecil melihat bahasaku dulu yang serba terlalu. Terlalu lebay, terlalu alay, terlalu polos, terlalu perhatian, terlalu ramah, terlalu cepat marah, haha (mungkin sekarang masih? Semoga intensitanya gak se"terlalu" dulu 😁). Lucunya, aku yang di chattingan (ditulisan) lebih ekspresif dari aslinya. Aslinya aku sangat pemalu & cenderung pendiam. Koq bisa? Aku tidak ahli public speaking, 1 menit 2 menit aku bicara l

PERJALANAN NANO NANO

Entah mengapa, malam ini sedikit royal. Nafsu makan-makan meningkat. Jarang sekali, jajan makanan sampai 100ribuan macem-macem dalam satu malam. Mungkin berasa gak bakal nemu makanan-makanan ini lagi dikemudian hari. Kaya yang mau pergi jauh aja ya. 😁 Perjalanan malam selasa bersama unchik ini, aku mulai dari keliling taplau (tapi lauik). Menikmati sejuknya suasana angin malam. Dari ujung tugu perdamaian, lalu berkelok  menuju jembatan siti nurbaya. Stop! Motor birupun berhenti didepan ibu berjilbab hijau yang sibuk mengipas jagung bakar. Yups. Aku awali jajan malam ini dengan jagung bakar pedas. "Buk, Jaguang baka 3, padeh, dibungkuih", sahutku. Sambil menunggu jagung, akupun berkelakar dengan unchik. Kami bercerita seenaknya dan sekenanya. Unchik bercerita tentang kehidupan kosnya, kampus, janjinya yang akan membuktikan kalau ia akan sukses meraih ipk min. 3 dengan SKS (sistem kebut semalam) saat akan ujian. Hehe. Akupun lebih memilih bercerita tentang kabar t

AYAH ZAMAN NOW?

Aku baru tau kalau peran ayahpun penting dalam mendidik jiwa anak. Aku yang terbiasa dididik "hanya" oleh ibu saja  merasa cukup, walau tanpa banyak kehadiran sosok ayah. Dulu, aku berfikir hadir atau tidaknya ayah dalam keluarga tidak akan memberi dampak. Ini pendapatku dulu.  Ibu adalah sosok yang memberi tahu kita tentang kelembutan, kehangatan, lebih banyak kasih sayang dan lindungan ala ibu. Namun ayahpun tidak kalah penting, ia mengajari tentang apa arti tegas, membentuk kepercayaan diri anak, dan melindungi ala ayah. Ayah biasanya memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang dunia luar, karena ia punya peran di luar rumah (mencari nafkah), ia terbiasa menjalin relasi dengan banyak orang-orang berwatak berbeda-beda. Darinya anak akan mempelajari tentang cara bersosial dengan kerabat jauh, orang baru, maupun membentuk relasi. Ia sosok yang lebih teknis, punya lebih banyak solusi-solusi masalah yang lebih nyata. Kalau ibu lebih sering mengingatkan dengan marah b

NEW RIRO

#SOBATSERIES2 Nama : New RiRo Panggilan (dariku) : Ri, Rii, RiRo Usia : Seperempat abad dan sudah ke Shanghai di umur ini Karakter alamiah : Curious Deskripsi sedikit lebar : Namanya RiRo, New RiRo, bukan nama aslinya, tapi nama instagramnya sewaktu dulu masih aktif main instagram. Jangan dicari untuk difollow atau sekedar kepo, sekarang udah dihapus, katanya gak mau main lagi,  karena unfaedah. Aku mengenalnya sejak kuliah tentu saja, walau sama-sama dari Padang padahal. Baru berteman baik sekali, saat di perantauan, di Bandung, sewaktu nasib kami masih sama-sama fresh graduate nan pengangguran. Sekarang dia sudah senang bergaji tiap bulan disebuah kantor di Jakarta, Alhamdulillah, sedangkan aku masih menyandang status yang sama, sama seperti dulu,  wkwk. Dan sampai sekarang aku belum pernah ke rumahnya yang di lubuk minturun, faktor jauh bisa jadi, dan diapun tidak berminat mengajakku ke rumahnya walaupun dia sering cerita tentang itik dan telor itiknya yang bikin mata

SATU TAHUN

Alhamdulillah. Tahun  ini terlewati dengan baik, berakhir menyenangkan, dan tentunya menambah taman-taman bunga disetiap ruang dalam hati. Tentu tahun-tahun ini bukan tahun yang mudah, ada duka, ada sedih, namun hal yang membahagiakan lebih banyak.  Allah pertemukanku  dengan teman-teman yang sangat merangkul.  Mereka semua  sahabat yang selalu aku rindukan kehadirannya. Berangkat bersama ke kantor dengan motor. Tak jarang aku yang sering kali menzholiminya karena sering telat datang kerumah. Menertawakan hal receh, lalu berfikir "kenapa aku bisa ngakak cuma karena ini?". Menyelesaikan masalah  dengan cara yang sangat out of the box . Mereka  juga tidak pelit berbagi ilmu, didekat mereka aku selalu merasa menjadi orang yang berkembang, bisa memahami hal-hal yang dulunya sulit paham.  Mereka  menjadi teman membolos, diam-diam saat jam ngantor kita ngemall bareng, karena mumet dengan tumpukan kerja. Allah beri aku rumah kedua yang sangat menyenang

MENTARIKU

Salah satu hal yang membahagiakan dalam hidup adalah saat kamu dengan tanpa beban, dengan tanpa malu-malu, apalagi rasa takut "memeluk" ibu di depan orang lain ataupun saat berdua sama ibu. Hari ini, setelah 25 tahun 4 bulan usiaku, aku baru merasakannya. Lucu ya. Rasanya? Seperti kamu sedang kepanasan dibawah terik mentari, lalu tetes-tetes air es terpercik ke wajahmu. Sejuk. Dulu, aku sangat malu berlemah lembut didepan ibuku. Mungkin karena keseharianku selalu bersamanya. Mungkin juga karna kami sekeluarga terbiasa bersikap cuek satu sama lain. Bermanja, memeluknya, menciumnya terasa menjadi hal yang aneh. Bahkan untuk sekedar berbicara dengan nada yang lembut saja, rasanya canggung. Terkadang kalau liat adegan sinetron rumah cemara, aku sempat bertanya-tanya. Apakah ada didunia ini keluarga yang seperti itu? Saling sayang menyayangi. Hari ini, aku bisa buktikan. Aku bisa. Tentu ada proses yang cukup memakan waktu. Aku pelajari dari buku2, dengerin ceramah

BUNGA DAN KUMBANG KOKSI

Pagi ini matahari hadir dengan semburat yang sedikit kelabu. Sinarnya meredup tak secerah hari-hari yang lalu. Bunga di dalam pot merah jambu itu tampak bersedih di rundung pilu. Harapannya hari ini untuk di terpa sinar mentari yang cerah, tak diloloskan oleh Sang Maha memiliki segala. Tetes demi tetes rintik gerimispun membasahi kelopaknya. Bunga itu larut dalam tangis yang ikut berlalu bersama derasnya hujan. Lalu datang seekor kumbang koksi membawa daun kering kecil mencoba untuk melindunginya dari hujan. Tangisnya tertahan, karena melihat kumbang yang begitu gigih membuatnya tidak kuyup. Saat hujan berhenti, tangisnya pun mereda, senyumnya kembali, karena ia menyaksikan pelangi warna-warni bersamaan dengan cerahnya sinar mentari yang menyelusup diantara awan-awan. Lalu kumbangpun beranjak pergi, melanjutkan perjalanan yang entah kemana. Ia hanya singgah menetap sementara untuk menghapus pilu Bunga dalam pot. Entah ia akan kembali atau tidak. Bungapun semakin mekar dan