Seiring berjalannya waktu. Seiring kita terus mencari tau. Seiring mencoba menjadi pembelajar sepanjang waktu. Meskipun sering gagalnya. Namun tak berhenti disitu, kita tetap berusaha bangkit dan mencari tau untuk menemukan sesuatu. Seiring itu juga, saya belajar bahwa egois rasanya jika kita mengharuskan orang-orang harus berjalan lurus sesuai ijazahnya.
Pernah suatu ketika, saya yang menjalani sekolah untuk mencapai gelar ahli dibidang science tertentu. Sebutlah itu Science yang memperhatikan benda2 dalam ukuran mikro bahkan nano. Science yang mengawinkan huruf satu dengan huruf yang lain untuk kemudian bersatu menjadi suatu kumpulan huruf baru. Sebutlah ia dengan Ilmu Kimia. Namun, disatu sisi saya menyenangi kegiatan lain yang hubungannya cukup jauh dengan dunia yang "waktu itu" saya pilih untuk ditekuni. Saya hobi menggambar.
Kimia dan menggambar.
Kalau disatukan mungkin akan lucu, kimia akan menjadi lebih bewarna. Tapi tidak saya lakukan. Karena terlalu sulit kondisinya waktu itu. Belajar kimia berjalan sendiri dengan kondisi saya pusing sendiri dengan segala teori yang makin lama makin rumit. Menggambar juga berjalan sendiri. Menjalani kedua hal ini bikin capek, kadang salah satu harus mengalah. Kimia wajib diselesaikan, namun hati seringnya tersiksa, sedangkan menggambar hanya sekedar hobi, tapi membuat bathin terhibur.
Lantas saat saya berkeyakinan akan mewujudkan hobi sebagai "passion". Saya terus mencoba melatih diri untuk menggambar. Lalu mulai banyak berdatangan tawaran desain. Ada rasa senang bisa mendapatkan uang dan terimakasih dari hasil desain tersebut. Lalu seorang senior organisasi menyindir seperti memperingatkan dan curcol bahwa kadang hidup tak adil. Desain seorang calon ahli kimia lebih laku daripada desain seorang ahli dkv. Begitu kira2 celetuknya.
Saya tau mungkin beliau bermaksud baik, dengan menyiratkan bahwa, jalan luruslah sesuai sekolahmu, jangan mengambil ladang orang lain. Saya tidak menyukai perkataannya, karena kata² itu menyinggung dan membuat semangat menggambar saya tiba² down. Setelah kejadian itu, saya berhenti menggambar selama 3 tahun. Saya berfikir dan membenarkan maksudnya. Hingga saya berkesimpulan, jika didunia ini orang2 berjalan sesuai ijazahnya, mungkin tidak ada yang namanya bersaing mengambil ladang orang lain, tidak ada rasa cemburu dan merasa tidak adil. Semisal aturan umum anak SMA IPA yang boleh saja mengambil jurusan IPS, sedangkan anak IPS tidak boleh mengambil jurusan IPA. Bahkan saya memberi saran pada teman², jangan berjalan diluar jalur kalian, tapi disatu sisi itu cuma jadi saran yang saya sendiri merasa tak mampu menjalaninya, saya merasa ijazah saya bukanlah passion saya.
Semakin banyak bertemu kepala, mendengarkan kisah² mereka. Di dunia sungguh banyak sekali yang menjalani sekolah bukan berdasarkan minat dan bakatnya. Ada yang beralasan karena orang tua, karena saran keluarga, karena mengejar orang lain, karena salah jurusan, dan karena karena lainnya. Ada yang terpaksa, ada yang awalnya terpaksa yang kemudian ikhlas, ada yang ikhlas dari awal, ada yang biasa-biasa saja, ada yang punya motto "jalani sajalah seperti air mengalir". Semua punya sebab dan tentu menimbulkan akibat, apakah akibatnya baik atau sebaliknya, siapa yang tau kalau tidak dijalani.
Okee saya tidak akan memaksa lagi, saya tidak akan memberi saran lagi, saya tidak akan ikut²an menjudge. Yang saya tau kini, apapun profesimu, sebagai apa jabatanmu, dimanapun kamu berada, meskipun tidak berjalan lurus sesuai dengan ijazahmu, yang penting jadikan Allah tetap terdepan dan nomor satu. Itu cukup.
#cumapengennulis
@Bogor
19:09 - 08.12.19
Komentar
Posting Komentar